Sabtu, 24 Desember 2016
TRAVELLING WITH KIDDOS
Rabu, 21 Desember 2016
COMOT GAMBAR DI SOSMED PUNYA TEMEN?IJIN APA NGGA HAYO?
Rabu, 14 Desember 2016
KISAH : CERITA BU YATI
Sebut saja namanya Bu Yati, beliau seumuran ibuku. Beliau meminta ijin kepadaku untuk menimang putraku ketika kami bertemu. Aku tersenyum dan mempersilakan. Di masa 'pensiunnya' beliau masih aktif menjaga lapak jus buah dan minuman milik warga perumahan. Lapak itu ada di depan minimarket tempatku berbelanja. Beliau bercerita bahwa beliau mempunyai cucuberusia 15 bulan dan meninggal dunia karena terserang diare.
***
Mulanya ibu yati bercerita tentang menantunya yang 'bandel' karena kekeuh meminta mengikuti suaminya-(anak bu Yati) hijrah ke ibu kota sedangkan si cucu masih batita (kurang lebih 15 bulan). Pada saat musim banjir melanda ibukota akhirnya si cucu terkena diare dan harus dilarikan ke rumah sakit. Tidak terlambat memang penangananya, tetapi kondisi si cucu tidak kunjung membaik dari hari ke hari. Akhirnya bu yati meminta si menantu membawa cucunya pulang dan di rawat di rumah sakit daerah setempat saja mengingat agar dekat dengan keluarga supaya ada yang membantu bergantian menjaga si cucu di rumah sakit.
***
Namun setelah didiagnosa lebih lanjut memang terdapat beberapa gangguan komplikasi yang mengakibatkan tidak membaiknya kondisi si cucu. Ditambah lagi menantunya dianggap tak menjaga si cucu dengan baik, karena cucunya sempat jatuh dari ranjang rumah sakit ketika menantunya ke toilet, padahal disitu ada adik dari menantu yang menjaga si cucu. Mungkin jika aku jadi bu yati juga akan 'meradang'. Kok bisa ya?sudah di jaga dua orang masih kurang hati-hati. Begitu mungkin kurang lebih istilahnya.
***
Ekspresi yang bisa ku baca dari bu yati tentu saja kecewa. Tapi dahiku sedikit mengkerut ketika beliau bilang "kenapa sih musti ngeyel nyusul suaminya padahal anak masih kecil?" - dengan ekapresi yang 'entah'. Ok, memang di kampungku banyak mba-mba yang sudah menikah dan tetap stay di kampung sementara suaminya mencari kerja di kota, entah itu di jakarta atau kota besar lain. Aku anggap itu mungkin sudah menjadi pilihan mereka dan aku tak berani berkomentar macam-macam. Seperti juga yang sekarang ini ku jalani, merawat sendiri buah hati tanpa pengawasan orang tua karena memang lebih merasa nyaman berada di dekat suami. Semoga orang tuaku dan mertuaku menghargai pilihanku.
***
Semua pilihan memang mengandung konsekuensi. Tak mengapa asalkan kita bisa mempertanggungjawabkan pilihan kita baik kepada keluarga maupun di depan hadapan sang Pencipta. Tapi alangkah sedih rasanya jika kita sudah merasa bersusah-payah memberikan yang terbaik, namun orang-orang terdekat masih saja menganggap peran kita tak seberapa? Dalam hal ini justru orang tua kita sendiri atau mertua. Atau malah lebih dalam lagi dianggap tak becus merawat buah hati? Bohong rasanya jika aku ada di kondisi mba tadi dan tidak kecewa. Justru bisa jadi dialah orang yang paling kecewa. Masih ditambah-tambah harus 'ngadem-ngademin' mertua yang masih saja muntab padahal bukan dia penyebab kematian anaknya. Ah, apalah-apalah sudah pasti.
***
Pantas saja ada seorang teman yang jadi berperilaku seolah memproteksi diri dari mertua dan orangtuanya. Bahkan seolah malas untuk sekedar mendengar komentar 'miring' dari kedua pihak terdekat yang seharusnya paling kita dengarkan. Mungkin memang ada penyebab yang aku tidak ketahui. Bersyukur sekali mempunyai orangtua dan mertua yang mengerti, rejeki non materi yang luar biasa memang. Tapi tak semua bisa merasakan dan mendapatkannya bukan?
***
Ketika aku pamit pulang. Bu Yati bertanya berapa usia putraku, berat badannya dan apakah dia sudah bisa tengkurap. Ku jawab sekian-sekian dan ku jawab belum untuk masalah tengkurap. Beliau mengangguk takzim, lalu berujar "Tak apa mba, tahap tumbuh kembang anak memang berbeda-beda. Kitalah yang harus bersabar dan tak terlalu risau mendengar apa kata orang." Aku mengangguk setuju. Dan dalam hati berujar "Andai saja ibu bisa mengerti kondisi menantu ibu seperti ibu menghibur saya alangkah bahagia hatinya." Dan aku bergegas pulang.
Jumat, 09 Desember 2016
FLASH FICTION : PULANG
Selasa, 06 Desember 2016
FLASH FICTION : PERJALANAN
Di kereta Argo Wilis yang mengantarkanku pulang ke Surabaya mataku masih berkaca-kaca, sembap. Aku mengingat setiap jengkal peristiwa yang telah ku lewati bersama kekasihku. Lebih tepatnya mantan kekasihku, setelah sebulan lalu lelaki yang ku puja separuh jiwa itu memutuskan hubungan sepihak denganku. Dan yang membuat aku sangat tak terima adalah hanya melalui pesan singkat pemutusan hubungan itu terjadi. Teringat kata-kata kakak perempuanku : "Sudah yang dicinta itu akan kalah dengan yang selalu ada. Lelaki punya wewenang memilih dan kamu punya hak untuk menentukan. Kamu harus kuat. Lanjutkan saja studi atau carilah kekasih baru sesegera mungkin kamu bisa."
Kota Gudeg, Desember.
***
Risa, sahabatku menerimaku dengan wajah shock ketika aku bertandang ke rumahnya tepat sebulan setelah aku melakukan perjalanan dari Jogja. Kenapa sebegitu parahnya aku saat ini? Kulit menghitam dan kusam tak terawat, tak ia temukan lagi gairah di mataku. Seperti mayat hidup saja. Begitu penuturannya. "Aku tak butuh komentarmu Ris, aku cuma butuh tempat bersandar barang sehari dua hari. Karena jika aku tak ada teman menghabiskan waktu berlibur, pikiranku tentangnya masih dengan pongah merajai otakku."jawabku sambil meluruskan posisi kakiku yang kesemutan. Terimakasih untukmu dan keluargamu yang menerimaku dengan penuh cinta dan tangan terbuka. Ah, keluargamu begitu hangat dan baik.
Kota Ukir, Januari.
***
Sebulan kemudian aku memutuskan berlibur di sebuah kota kecil di jawa timur. Lumayan, walaupun hanya kota kabupaten tapi tak kalah dengan standar kota pada umumnya. Terdapat swalayan, dan toko buku grahamedia yang merajai jaringan toko buku di Indonesia. Fira paham betul, dia membiarkanku sibuk dengan aktivitasku di rumahnya. Hanya mojok, membaca buku dan mendengarkan musik bertempo up beat. Aku juga heran sejak kapan aku suka musik bertempo cepat. Kapan lagi aku bisa mendengarkannya dengan khidmat dan berlama-lama?kalau tidak ketika hatiku butuh direparasi.
Kota Salak, Februari.
***
Dan Maret, aku memutuskan untuk menyembuhkan luka dengan caraku sendiri. Aku menemui sosok itu di toko buku grahamedia. Sosok yang akhirnya membawaku ke pelaminan. Tak banyak bicara. Ia hanya bertanya. "Juni aku ulang tahun, apakah kamu bersedia menemaniku dinner bareng keluargaku?". Singkat, padat dan diplomatis. Ku anggukan kepala dengan mantap. Ya, aku mau.
Kota Lumpia, Maret.
***
Dan hari ini aku mengenangmu, semoga suatu saat aku akan bertemu denganmu dalam kondisiku yang jauh lebih baik seperti pengharapanku empat tahun lalu. Tak peduli seperti apa kondisimu. Iya, aku masih menyimpan kenangan kita dan aku telah memilih berdamai dengan itu semua.
Kota Mendoan, Desember.
OPINI : BELAJAR BIJAK DALAM BERTUTUR
Tau donk iklan minuman prebiotik yang ada sejak jaman baheula?Yakult, yes apa jargonnya?cintai ususmu - minum yakult tiap hari. Good ya, cintai usus. Pokoknya kalo hal ihwal cinta-mencinta cepet banget connect lah ya. Apalagi udah sah, belum sah aja pada sok cinta2an #nyindirdirisendirijamandulu. Tapi eh tapi ada sesuatu dalam diri kita yang musti kita cintai banget lho, apakah itu?lidah. Simak ceritaku yah.
***
Selang berapa pekan sepulang dari Rumah Sakit dalam rangka imunisasi si bayi kacang (baca : dzakirnut), terjadilah percakapan 'panas' antara ibu dan ayahnya.
Ayah : "Bu, Subhanalloh aku sebel banget ya pas si adek dibilang peyang sama itu ibu2." *sambil 1/2 mencak2*
Aku : (Ngebatin, kirain cuma aku aja yang denger waktu itu soalnya posisi si ayah antri resep dan aku yang duduk mangku dzakirnut di kursi tunggu). "Oh ayah denger juga toh?"
Ayah : "Lha ibu ngapain pas adek dibilang peyang sama ibu itu malah senyum, pake nawarin tempat duduk segala?"
Aku : "Lha terus aku musti gimana coba?"
Ayah : "Iya juga ya bu, eh tapi..."
Aku : "Lumrah kali sayang kaya gitu mah, kalo anak kita perfect secara fisik pun pasti ada aja komentar orang yang ngga suka atau emang udah dari sononya suka ngomentarin. Maklum aja yah, biasa isi dunia lengkap. Ngga seru kalo ngga ada yang begono."
-The End-
Pesan Moral :
♥ Buat Yang Dikritik
Kritik tentang hal fisik memang menyakitkan dan bikin nggak nyaman girls. Example : Gendut, jerawatan, pesek, peyang, item. But ini saatnya kita diuji, seberapa tangguh kita. Gadget lemot bisa di upgrade, komputer rusak bisa dibeli. Tapi kalo rasa percaya diri luntur susah balikinnya, So syukuri aja. Nanti pada saat kita udah berhasil (gendut>slim, jerawatan>mulus, kalo pesek kayanya susah kalo ngga oplas, peyang dan item pun berlaku hal sama) merubah diri kita jadi better kita bakal happy lho. Resep ampuhnya : Bersyukur dan No Baper. Ngga semua yang orang bilang ke kita itu pake mikir, jadi ngga usah mikir juga kalo yang ada mereka udah mulai bikin senewen.
♥Buat Tukang Kritik
1. Kalo emang mo kritik gpp kok, sah dan dilindungi negara kan Indonesia demokratis #katanya. But, as yo know ya kritik atau lebih ke sifatnya ngejek itu melubangi hati orang lho girls. Hayo gimana coba kalo hati udah berlobang, susah sembuhnya lho buktinya Raisa sama Keenan tuh *mulai ngga nyambung*. Intinya ati2 banget kalo mau melancarkan aksi kritik.
2. Baiknya urusan fisik jangan jadi topik utama yah girls (bahas kekurangan pula), apalagi di SosMed. Karena apa?kita kan ngga tau itu posisi orang yang kita godain dengan kritik lagi bahagia apa berbunga2 salah2 dia lagi males dia bakalan sakit ati pake banget terus doain kita yang ngga2 gimana coba. Inget doa orang yang terdholimi makbul.
3. Sering2 ngaca and say "sudah lebih baikkah aku hari ini dibanding kemarin?" Cukup bandingkan diri sendiri tiap hari, secara kualitas ya inget bukan fisik. Sebelum kritik plis mikir dulu, nyuruh orang lain ngga baper tapi kamu ngga mikir dulu tiap mo ngapa2in orang gimana euy. Sama aja boong.
4. Sampein secara personel lebih baik ^^ (ini kayanya paling waras dan simpe ya).
***
Cintai lidahmu, diam atau berkata baik.