Di kereta Argo Wilis yang mengantarkanku pulang ke Surabaya mataku masih berkaca-kaca, sembap. Aku mengingat setiap jengkal peristiwa yang telah ku lewati bersama kekasihku. Lebih tepatnya mantan kekasihku, setelah sebulan lalu lelaki yang ku puja separuh jiwa itu memutuskan hubungan sepihak denganku. Dan yang membuat aku sangat tak terima adalah hanya melalui pesan singkat pemutusan hubungan itu terjadi. Teringat kata-kata kakak perempuanku : "Sudah yang dicinta itu akan kalah dengan yang selalu ada. Lelaki punya wewenang memilih dan kamu punya hak untuk menentukan. Kamu harus kuat. Lanjutkan saja studi atau carilah kekasih baru sesegera mungkin kamu bisa."
Kota Gudeg, Desember.
***
Risa, sahabatku menerimaku dengan wajah shock ketika aku bertandang ke rumahnya tepat sebulan setelah aku melakukan perjalanan dari Jogja. Kenapa sebegitu parahnya aku saat ini? Kulit menghitam dan kusam tak terawat, tak ia temukan lagi gairah di mataku. Seperti mayat hidup saja. Begitu penuturannya. "Aku tak butuh komentarmu Ris, aku cuma butuh tempat bersandar barang sehari dua hari. Karena jika aku tak ada teman menghabiskan waktu berlibur, pikiranku tentangnya masih dengan pongah merajai otakku."jawabku sambil meluruskan posisi kakiku yang kesemutan. Terimakasih untukmu dan keluargamu yang menerimaku dengan penuh cinta dan tangan terbuka. Ah, keluargamu begitu hangat dan baik.
Kota Ukir, Januari.
***
Sebulan kemudian aku memutuskan berlibur di sebuah kota kecil di jawa timur. Lumayan, walaupun hanya kota kabupaten tapi tak kalah dengan standar kota pada umumnya. Terdapat swalayan, dan toko buku grahamedia yang merajai jaringan toko buku di Indonesia. Fira paham betul, dia membiarkanku sibuk dengan aktivitasku di rumahnya. Hanya mojok, membaca buku dan mendengarkan musik bertempo up beat. Aku juga heran sejak kapan aku suka musik bertempo cepat. Kapan lagi aku bisa mendengarkannya dengan khidmat dan berlama-lama?kalau tidak ketika hatiku butuh direparasi.
Kota Salak, Februari.
***
Dan Maret, aku memutuskan untuk menyembuhkan luka dengan caraku sendiri. Aku menemui sosok itu di toko buku grahamedia. Sosok yang akhirnya membawaku ke pelaminan. Tak banyak bicara. Ia hanya bertanya. "Juni aku ulang tahun, apakah kamu bersedia menemaniku dinner bareng keluargaku?". Singkat, padat dan diplomatis. Ku anggukan kepala dengan mantap. Ya, aku mau.
Kota Lumpia, Maret.
***
Dan hari ini aku mengenangmu, semoga suatu saat aku akan bertemu denganmu dalam kondisiku yang jauh lebih baik seperti pengharapanku empat tahun lalu. Tak peduli seperti apa kondisimu. Iya, aku masih menyimpan kenangan kita dan aku telah memilih berdamai dengan itu semua.
Kota Mendoan, Desember.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar