Kamis, 26 Oktober 2017

3 Tips Bermanfaat Membeli Cake Seleb Yang Kekinian

Saat ini, kemajuan bisnis kuliner menjadi 'ladang emas' bagi sebagian orang. Bagaimana tidak? Selain keuntungan yang cukup fantastis, perputaran uang dalam bisnis ini terbilang lebih cepat dibanding bisnis di bidang lain. Sebut saja pedagang mendoan. Di tempat tinggal saya, -Purwokerto- mendoan (mentah) dijual ecer Rp 250,-/slice. Katakanlah itu harga retail, menurut dugaan saya jika yang membeli sesama pedagang, dan akan dijual kembali harga belinya akan menjadi lebih murah. Nah, katakanlah harga pokok mendoan(matang)per slice adalah Rp 500,-, sedangkan harga jualnya bisa menjadi Rp 1.000,-. Maka keuntungan berjualan mendoan bagi seorang pedagang gorengan adalah kurang lebih 50% dari jumlah modalnya. Cukup menggiurkan ya?

Tak ketinggalan, para selebriti tanah air banyak yang 'melirik' bisnis di bidang kuliner. Sebut saja pasangan Raffi Ahmad dan Nagita Slavina, selain memiliki brand baju sendiri, pasangan ini juga memiliki jaringan resto bakmi yang memiliki beberapa cabang dan cukup populer. Belum lagi brand snack yang sudah masuk ke jaringan retail di Indonesia. Nah, baru-baru ini Gigi -panggilan Nagita Slavina- juga melaunching Gigieat Cake. Diikuti oleh seleb lain, sehingga cake-cake besutan seleb ini bertebaran bahkan hampir di seluruh pelosok tanah air. Baru-baru ini saya mencoba RoRu Cake milik Ruben Onsu dan cake milik Arief Muhammad, seorang blogger sekaligus aktor. Rasanya? Hehe...Ya gitu. Cuz cobain (sendiri) lah. Nah, biar ada kenang-kenangan, karena mencicipi kue seleb adalah moment yang cukup langka buat saya. Saya 'meramu' tiga tips ini agar para kuliner lover tidak lupa-lupa terhadap deskripsi dan rasanya. Selain  bisa berbagi pengalaman dengan para netter, juga tidak akan terlupakan begitu saja. Simak yuk gaes :

1. Jangan Berekspektasi Terlalu Tinggi

Yap, demam kue seleb membuat saya semacam mengalami 'fear of missing out' gitu deh. Apaan sih? itu lho takut dikatakan nggak kekinian. Demi apa coba? Lidah donk. Strategi marketingnya, gambarnya, antriannya membuai banget kan ya? Seolah-olah kalau nggak ikutan nyicip dunia ini akan berakhir, hahaha lebay.
But plis sebelum icip jangan berekpektasi terlalu tinggi karena lidah nggak bisa bohong kan? Nggak perlu jadi ahli pattieseri kok untuk komentar rasa kue. Kalau saya sih, rasanya masuk atau nggak. Itu aja, cukup.

2. Patungan
Hehehe...harus banget ya? Nggak kok. Ini berlaku buat emak irit macam saya. Katakanlah harga cake itu Rp 80.000,-/kota. Kalau belinya di luar kota, kita bisa kena jastip plus ongkir. Kalau hanya untuk membeli rasa penasaran biasanya nggak perlu makan banyak kan biar puas? Cukup icip sedulit, dan udah puas. Setuju? Jadi patungan adalah jalan bijak buat kamu yang penasaran terhadap rasa kue seleb yang kekinian namun peduli terhadap kantong.

3. Ceritakan/review di Media Sosial
Yang pertama, kita bisa menyajikan gambar as a kuliner reviewer. Kalau gambar yang disajikan oleh penjual/selebnya sendiri sudah pasti menarik karena tujuan mereka memang komersial. Nah, kita sebagai pemakai kamera biasa/ non pro bisa menyajikan real picture (seperti kata emak-emak fans olshop), "Real Pic donk Sis" =D. Dengan tidak ada maksud menjelelekkan ya mak tentu saja.

Yang kedua, kita bisa mendeskripsikan produk, menceritakan rasa secara objektif, boleh juga mencantumkan harga, size kue dan cara mendapatkan produk misal : by gojek atau jastip.

As a sample saya dapat satu potong cake kekinian dari adik saya. Ia membelinya melalui sebuah jastip di Jakarta. Kue kekinian itu adalah milik seorang youtuber, Arief Muhammad. Deskripsi kuenya ya : Paduan antara cake (mirip sponge cake, tapi lebih berat), potongan wafer, dan chocolate rice crispy. Jadi ada tiga lapis dalam satu gigit. Rasanya manis dan crunchy (seharusnya), karena saya mendapatkan ini sudah dalan kedaaan tidak utuh jadi melempem lah komponen yang seharusnya crunchuly itu. May be ini lebih enak dimakan langsung setelah order karena ada tekstur cruchy yang tidak harus kita pertahankan : layaknya sebuah hubungan :p

Semoga tiga tips tadi bisa membantu meredakan gundah gulanannya mak-mak semua karena ngidam cake kekinian. Selamat icip-icip, duh gratis apalagi hihihi. Jangan lupa reviewnya mak. Itu penting demi menyelamatkan lidah dan juga kantong emak yang lain tentu saja.

Jumat, 06 Oktober 2017

Tips Agar LDR/LDM Menjadi Lebih Berkesan

"||...Seandainya, jarak tiada berarti akan ku arungi ruang dan waktu dalam sekejap saja||
Seandainya sang waktu dapat mengerti, takkan ada rindu yang terus mengganggu|| Kau akan kembali bersamaku..." (LDR - Raisa)

Siapa yang masih terbawa perasaan (baper) melihat kemesraan babang hamish dan raisa? Hahaha...saya salah satunya. Belum tuntas kebaperan sama precious moment -nikahan- mereka. Ditambah harus menyimak foto dan video prewedding yang justru booming setelah mereka sah alias nikah. Dan lagi-lagi, beredar foto yang 'unch' banget ketika mereka honeymoon di eropa. Duh pothek hati emak.

By the way, kali ini saya pengen bahas soal LDR, eh LDM lebih tepatnya. LDM alias long distance married. Istilah ini saya pinjam dari owner label Ummu Balqis yang empunya akun instagram @baby_hijaber. LDR berakhir kandas saya pernah lho, curhat mak? Alhamdulillah, LDR yang terakhir sampai ke pelaminan. Bahkan setelah menikah sudah dua kali ini LDR-an, lebih tepatnya LDM-an.

Saya sih belum bisa dibilang pakar LDR atau pun LDM ya karena juga baru beberapa kali dan terhitung dalam waktu yang tidak lama. Saya yakin banyak para pejuang LDR/LDM yang jauh lebih mumpuni daripada saya. Tapi boleh ya kali ini saya share beberapa tips melewati LDR/LDM dengan gilang gemilang, cerah ceria dan cetar membahana. Yuk simak mak :

1. Berpikir Rasional
Namanya ciwik, hati melulu kan ya yang dipikirin. Sesekali coba yuk rasional. Pikir baik-baik tujuan LDR/LDMan itu untuk apa. Studi-kah, kerja kah atau sekedar happy-happy kah. Saya salut banget sama adik tingkat saya. Sebut saja namanya Jundi. Dia rela resign dari pekerjaan di Indonesia, demi membersamai sang istri (muth) yang menempuh studi di Inggris sana. Masyaa Alloh love you both dears. Barokalloh. Lho, kok jadi OOT? Nggak sih. Itu adalah contoh pemikiran rasional laki-laki menurut saya, mengingat waktu sang istri sedang hamil dan harus merantau, jauh pula.

2. Bertenggat Waktu
Hehehe, saya juga adalah 'korban' resign karena waktu itu pernah memutuskan mengikuti suami. Bukan sekedar emosi sesaat sih, banyak orang yang meyanyangkan tapi saya bawa happy saja. Pasalnya apa? Tidak ada yang tau dari kami sampai kapan LDMan kami itu berakhir. Karena suami terikat pekerjaan, saya pun demikian. So, kalau memang tenggat waktunya kurang jelas berapa lama harus LDR/LDMan yuk lah dikaji ulang atau betulan kalian sudah siap dengan segala konsekuensinya?

3. Komunikasi Lancar
Mak yang namanya komunikasi itu nggak harus tiap hari telponan, video call-an, saling berbalas pesan ketika berjauhan. Yang terpenting dari komunikasi adalah adanya kesadaran dari dua belah pihak untuk menginfokan 'whats the news?' Misal, hari ini saya melakukan sebuah kegiatan penting (misal : spa di salon hihi)boleh diinfokan kepada pak suami. Disertai bertanya kabar, dan atau info lain. Nah, jika respon dari si do'i slow, jangan langsung ngamuk, calm down aja lah. Mengingat suami saya itu tipe slow pula kalau urusan berbalas pesan, maka saya sudah jadi jagonya cooling down. Jago ciye, jago.

4. Jaga kepercayaan
Sosial media sekarang ini menjadi salah satu pintu untuk kita mencari teman, dan tanpa batas. Batas usia, gender, suku, agama, bahkan RAS. Sosmed bahkan menjadi ajang untuk mencari jodoh, dan yang tadi saya tonton di televisi cukup eng-ing-eng. Why? Menurut data pengadilan negeri bekasi, kasus perceraian beberapa tahun ini mengalami kenaikan, alasannya adalah salah satu dari para pelaku perceraian tersebut melakukan perselingkuhan via sosmed. Naudzubillah, semoga kita semua bisa menjaga diri ya mak. Aamiin.

5. Menekan Pengeluaran
Siap LDM harus siap menanggung istilah 'beda dapur'. Pengeluaran lebih banyak? Sudah pasti. Jadi be a wise dalam menggunakan uang ya mak. Atau memilih seperti saya, numpang di PIM residence alias Pondok Rumah Mertua haha..#becandainimah. Tapi betulan lho saya berusaha menekan budget semenjak LDM-an kali ini karena LDM-an dua tahun lalu saya masih berpenghasilan tetap, sedangkan saat ini tidak.

6. Quality Time
Jarang ketemu, sekalinya ketemu sama-sama lelah. Yang satu lelah di perjalanan pulang satunya lelah menjadi single fighter mengurus rumah dan anak. But quality time itu keharusan lho mak. Nggak harus jalan-jalan ke eropa, cukup ngeteh sembari nyemil pisang goreng sambil ngobrol berdua. Intinya harus sama-sama pengertian kalau satu pihak sedang lelah maka jangan memaksakan kehendak. Misal suami saya lelah, saya ngebet ngajak jalan-jalan. Jatuhnya malah nggak enjoy, satunya nggak enak, satunya manyun. Semoga sih saya tidak demikian, atau kalau demikian pun suami saya mengerti hihi.

Buat para pejuang LDR/LDM tetap semangat ya. Semoga akan ada rasa manis, ketika LDR/LDM sementara waktu ini kurang 'gurih' rasanya. Semua tidak akan terasa, jika kita menikmatinya. Ibarat makan indomie, makannya dikit-dikit sampai kuahnya tandas. Apa sih gueh? Ah sudah, happy Friday night.

Semarang, 06-10-2017.

Selasa, 03 Oktober 2017

Masa MpASI : Saya tak berani coba-coba

Masa MPasi kerap menjadi momok bagi sebagian ibu muda, begitu juga saya. Belum apa-apa para 'imud' a.k.a ibu muda ini sudah menduga-duga. Jangan-jangan nanti anak saya alergi, nggak doyan atau parahnya GTM. Padahal belum juga dijalani. Hehe, memang begitu kok bu. Ibarat kita masih kelas satu mencoba menerka-nerka ujian untuk kelas tiga. Hasilnya pasti tak terbayangkan bukan?

Perkenalkan saya adalah seorang ibu dari batita berusia 14 bulan. Anak saya cukup unik karena sesekali saja makan dengan sendok. Ya, selebihnya dia minta disuapi menggunakan tangan. Bahkan ketika dia makan dengan sayur. Mungkin orang berfikir,  nggak higienis, 'kemproh' dan lain sebagainya. Tapi saya pikir nggak apa-apa sih, toh dia belum makan bakso. Asalkan tangan saya dan dia bersih selama prosesi makan, why not? Tadinya betul-betul ketika dia melihat sendok, dia akan langsung geleng-geleng bahkan menangis. Alhamdulillah, sekarang sudah lebih kooperatif. Kadang mau, kadang hanya diminta sendoknya untuk mainan.

Sarapan, saya lebih suka memberinya cemilan berat semacam arem-arem, biskuit, kue atau buah. Untuk makan siang dan sore saya membuat menu yang sama. Sesekali dia makan makanan keluarga, tetapi saya lebih sering memasakkan sendiri untuknya karena makanan keluarga cenderung memiliki rasa yang lebih strong seperti pedas, beraroma tajam, dan lebih berbumbu. Untuk bumbunya masih minimalis, bawang merah-putih, garam, dan gula. Sesekali saya juga menggunakan minyak goreng, santan, dan kecap juga, walaupun hanya dalam porsi kecil.

Usia enam hingga delapan bulan dia hanya mengkonsumsi pisang lho. Kebayang nggak gimana paniknya saya ketika nggak ada pisang di tukang sayur? Sunpride Every Day lah jawabannya. Mudah dicari, dan terjamin. Hehe, ada pikiran nggak sih takut anaknya kurang gizi hanya karena mengkonsumsi pisang? Ada, tentu saja ada. Menginjak usia ke sembilan ia sudah mau makan nasi tim saring. Saya berpikir karena saya mengenalkannya pisang yang notabene manis, sehingga ketika beralih ke nasi tim pun tidak instan.

Setiap saya membuat makanan untuknya, saya selalu mencicipi makannya. Dan setelah berkali-kali percobaan. Saya lebih banyak mengkombinasikan menu makannya dengan jagung manis sebagai sumber makanan pokok, pengganti nasi. Saya juga sesekali memberinya kentang lumat atau mashed potato. Selain lebih mudah memasaknya, penggunaan jagung manis sebagai makanan pokok tidak memakan wartu terlalu lama. Hanya mengukus semua bahan, lalu melumatkannya diatas saringan. Saya sudah pernah dicoba memakai blender, tetapi dia tidak terlalu berselera. Selain itu rasanya pun tidak seenak ketika saya lumatkan secara manual. 

Saya mencoba Mengkombinasikan segala jenis sayur, tetapi saya hanya sedikit mencoba makanan yang tinggi potensi alergi untuk protein hewaninya. Saya memang tergolong ibu yang tidak kreatif, maafkan ibu ya nak. Duh kalau melihat bagaimana ibu-ibu bereksperimen dengan MPasinya rasanya pengen ikutan, tapi lagi-lagi saya hanya 'mencari aman'.

Menginjak usia sebelas bulan, saya menilai ia tidak terlalu lahap makan. Saya pikir mungkin mau tumbuh gigi, saya naikkan teksturnya tetap saja dia tak mau. Awalnya, ketika saya makan saya masukkan sedikit nasi ke dalam mulutnya, dan anehnya dia seolah menagih "mana jatah saya bu?" setiap ia habis mengunyah. Jadilah mulai usia sebelas bulan ia mengkonsumsi nasi lembek, dengan sayur dan lauk yang dikukus. Simpel ya? 

 Sebaiknya jangan terlalu stres ketika anak tidak mau makan sesuatu yang menurut kita baik. Memang sih capek, tetapi kalau dia lahap, kita juga puas bukan? Karena pada dasarnya ia hanya belum tau manfaat yang terkandung dalam makanan yang kita pilihkan untuknya. Kelak, ketika ia sudah bisa diajak komunikasi dua arah kita bisa mengajaknya untuk belajar memilih dan menyukai makanan sehat, setuju ya. Sejauh ini alhamdulillah anak saya tidak pernah mengalami GTM parah. Dan saya belum pernah memberinya bubur instan sekalipun dalam kondisi travelling, memang bukan suatu kebanggaan. Tetapi itu menjadi catatan perjalanan saya selama MPASI. Kuncinya hanya perlu bersabar dan terus mengganti menu makannya agar ia tidak bosan. Sama seperti kita yang makan nasi, sesekali kita juga ingin makan bakso bukan?

Semarang, 3 November 2017