Sabtu, 24 Desember 2016

TRAVELLING WITH KIDDOS

Sabtu, 24 Desember 2016
Saya bangun seperti biasa, jam 02.30 lalu saya bersih-bersih sedapat mungkin agar rumah tak terlalu berantakan ketika saya pergi untuk beberapa hari ke depan. Well, saya adalah seorang ibu dari bayi berusia lima bulan.

Travelling bagi saya adalah hal yang teramat langka semenjak saya memiliki kesibukan baru yaitu mengasuh anak. Makan di luar pun mungkin terhitung sebulan sekali saja, biasanya sepulang dari si bayi imunisasi. Itu mengapa banyak orang yang mengatakan jikalau ada seorang ibu rumah tangga yang baru memiliki anak dan usia si anak belum genap satu tahun wajahnya akan terlihat pucat atau pias karena jarang piknik. Hihi masa sih?

Nah, sekarang ini sedang musim liburan, anak sekolah yang baru saja terima raport mendapat giliran libur sekolah. Perusahaan tertentu pun banyak yang memberikan libur kepada karyawannya. Alhamdulillah hal itu tidak berlaku bagi kantor suami saya. Akhir tahun justru saat-saat dimana ia harus melakulan 'dinas terbatas'. Lebih lama di kantor dan semakin jarang di rumah.

Oleh karena itulah saya diungsikan ke rumah ibu saya di Batang. Saya menempuh perjalanan selama kurang lebih tiga jam dari Stasiun Purwokerto sampai stasiun Pekalongan. Mengapa Kereta api menjadi salah satu transportasi publik favorit bagi saya dan suami apalagi setelah punya si kecil? Hal ini tentu saja karena beberapa alasan yang in syaa Allah akan saya tuliskan pada postingan berikutnya.

Travelling bagi saya adalah sebuah perjalanan yang mengesankan. Nggak selalu harus jauh kok, dekat asal saya bisa menikmati justru malah efek pasca travellingnya nggak capek-capek banget. Nah bagaimana travellingmu akhir tahun ini?Semoga menyenangkan dan berkesan ya.

Travelling asyik saya kali ini adalah perpaduan antara support sekaligus challenge dari suami, keberanian dan percaya diri saya dan sikap kooperatif baby Dzakir tentu saja. Mengingat apa yang sudah saya lakukan selama tiga jam di kereta rasanya saya semakin percaya diri ketika membawa baby Dzakir turut serta dalam setiap petualangan saya. Sampai jumpa di postingan berikutnya ^^

Note : Latepost karena kepentok sinyal di kampung yang 'e' mulu, cuma dua strip dan nggak bisa hanya untuk sekedar nge-draft.

Rabu, 21 Desember 2016

COMOT GAMBAR DI SOSMED PUNYA TEMEN?IJIN APA NGGA HAYO?



Pemahaman saya jika sebuah gambar sudah diposting di sosial media maka secara tidak langsung gambar itu sudah menjadi milik umum. Hal itu saya alami baru-baru ini, sedikit curhat semoga menjadi nasihat buat diri saya. Em, saya adalah orang yang tidak bisa memotret dengan baik. Sebagus apa pun kamera handphone yang saya gunakan gambar yang saya hasilkan akan terlihat biasa, bahkan sering blur karena tangan saya goyang.

***
Gambar yang saya posting di sosial media sudah barang tentu itu adalah hasil jepretan terbaik versi saya #plisjanganprotes :-p. Entah itu gambar asbsurd atau gambar yang memiliki filosofi dan makna. Nah, beberapa waktu lalu saya kedapatan 'memergoki' seorang teman menggunakan gambar saya sebagai gambar di timeline di facebook #tsah. Tau kan ya timeline?iyah, gambar segede gaban yang ukurannya lebih besar dari gambar profile pemilik akun itu sendiri. Nyesek?Nggak, saya langsung tabayyun/konfirmasi kok. Saya mah gitu orangnya, blak-blakan dan segera butuh kejelasan layaknya sebuah hubungan :-D. Nah, nyeseknya justru setelah itu karena saya gagal mendapat konfirmasi dari beliau dan gambar itu tetap mejeng manis di timelinenya.  Tapi saya tetep positif thingking dan feeling kok. Kalau nggak gitu mana bisa saya nulis ini? *senyum manis lima jari*

***
Kemudian saya sharing hal tersebut kepada sohib sekaligus desainer blog saya ini. Dia menyarankan ada baiknya ketika kita upload photo diberi watermark. Supaya jika suatu saat ada yang menggunakan gambar tersebut, kita bisa mengklaimnya karena akan terlihat mana kala kita mengupload foto atau gambar tersebut dan ketika dia menggunakan gambar tersebut. Memang kita tidak sepenuhnya bisa menjaga apa yang kita miliki tetapi setidaknya kita juga harus berupaya menjaga dan melindungi apa yang menjadi aset kita, termasuk tulisan dan sebuah karya karena itu merupakan kekayaan intelektual bukan?

***

Nah, pelajaran pertama bagi saya kali ini adalah saya harus lebih hati-hati jika mengupload foto atau gambar ke sosial media. Kedua, saya harus belajar menggunakan aplikasi yang bisa saya gunakan untuk menyisipkan nama saya di foto atau gambar milik saya. Yang ketiga saya belajar untuk menghargai setiap karya anak manusia karenanya saya akan meminta ijin jika menggunakan sebuah gambar atau foto walau pun itu hanya sebatas menggunakan gambar atau foto tersebut sebagai display picture untuk BBM saya. Tidak ada salahnya untuk meminta ijin bukan?

***
"Setiap karya adalah otentik, ia tidak akan pernah serupa meskipun terlihat sama. Ketika kita bisa menikmatinya, kita juga harus bisa menghargainya." - Yuniasih Warjui

Salam ^^

Rabu, 14 Desember 2016

KISAH : CERITA BU YATI

Sebut saja namanya Bu Yati, beliau seumuran ibuku. Beliau meminta ijin kepadaku untuk menimang putraku ketika kami bertemu. Aku tersenyum dan mempersilakan. Di masa 'pensiunnya' beliau masih aktif menjaga lapak jus buah dan minuman milik warga perumahan. Lapak itu ada di depan minimarket tempatku berbelanja. Beliau bercerita bahwa beliau mempunyai cucuberusia 15 bulan dan meninggal dunia karena terserang diare.

***

Mulanya ibu yati bercerita tentang menantunya yang 'bandel' karena kekeuh meminta mengikuti suaminya-(anak bu Yati) hijrah ke ibu kota sedangkan si cucu masih batita (kurang lebih 15 bulan). Pada saat musim banjir melanda ibukota akhirnya si cucu terkena diare dan harus dilarikan ke rumah sakit. Tidak terlambat memang penangananya, tetapi kondisi si cucu tidak kunjung membaik dari hari ke hari. Akhirnya bu yati meminta si menantu membawa cucunya pulang dan di rawat di rumah sakit daerah setempat saja mengingat agar dekat dengan keluarga supaya ada yang membantu bergantian menjaga si cucu di rumah sakit.

***

Namun setelah didiagnosa lebih lanjut memang terdapat beberapa gangguan komplikasi yang mengakibatkan tidak membaiknya kondisi si cucu. Ditambah lagi menantunya dianggap tak menjaga si cucu dengan baik, karena cucunya sempat jatuh dari ranjang rumah sakit ketika menantunya ke toilet, padahal disitu ada adik dari menantu yang menjaga si cucu. Mungkin jika aku jadi bu yati juga akan 'meradang'. Kok bisa ya?sudah di jaga dua orang masih kurang hati-hati. Begitu mungkin kurang lebih istilahnya.

***

Ekspresi yang bisa ku baca dari bu yati tentu saja kecewa. Tapi dahiku sedikit mengkerut ketika beliau bilang "kenapa sih musti ngeyel nyusul suaminya padahal anak masih kecil?" - dengan ekapresi yang 'entah'. Ok, memang di kampungku banyak mba-mba yang sudah menikah dan tetap stay di kampung sementara suaminya mencari kerja di kota, entah itu di jakarta atau kota besar lain. Aku anggap itu mungkin sudah menjadi pilihan mereka dan aku tak berani berkomentar macam-macam. Seperti juga yang sekarang ini ku jalani, merawat sendiri buah hati tanpa pengawasan orang tua karena memang lebih merasa nyaman berada di dekat suami. Semoga orang tuaku dan mertuaku menghargai pilihanku.

***

Semua pilihan memang mengandung konsekuensi. Tak mengapa asalkan kita bisa mempertanggungjawabkan pilihan kita baik kepada keluarga maupun di depan hadapan sang Pencipta. Tapi alangkah sedih rasanya jika kita sudah merasa bersusah-payah memberikan yang terbaik, namun orang-orang terdekat masih saja menganggap peran kita tak seberapa? Dalam hal ini justru orang tua kita sendiri atau mertua. Atau malah lebih dalam lagi dianggap tak becus merawat buah hati? Bohong rasanya jika aku ada di kondisi mba tadi dan tidak kecewa. Justru bisa jadi dialah orang yang paling kecewa. Masih ditambah-tambah harus 'ngadem-ngademin' mertua yang masih saja muntab padahal bukan dia penyebab kematian anaknya. Ah, apalah-apalah sudah pasti.

***

Pantas saja ada seorang teman yang jadi berperilaku seolah memproteksi diri dari mertua dan orangtuanya. Bahkan seolah malas untuk sekedar mendengar komentar 'miring' dari kedua pihak terdekat yang seharusnya paling kita dengarkan. Mungkin memang ada penyebab yang aku tidak ketahui. Bersyukur sekali mempunyai orangtua dan mertua yang mengerti, rejeki non materi yang luar biasa memang. Tapi tak semua bisa merasakan dan mendapatkannya bukan?

***

Ketika aku pamit pulang. Bu Yati bertanya berapa usia putraku, berat badannya dan apakah dia sudah bisa tengkurap. Ku jawab sekian-sekian dan ku jawab belum untuk masalah tengkurap. Beliau mengangguk takzim, lalu berujar "Tak apa mba, tahap tumbuh kembang anak memang berbeda-beda. Kitalah yang harus bersabar dan tak terlalu risau mendengar apa kata orang." Aku mengangguk setuju. Dan dalam hati berujar "Andai saja ibu bisa mengerti kondisi menantu ibu seperti ibu menghibur saya alangkah bahagia hatinya." Dan aku bergegas pulang.

Jumat, 09 Desember 2016

FLASH FICTION : PULANG


Tidakkah aku rindu dengan kampung halaman?
Bohong jika aku jawab tidak. Hanya saja aku berusaha menahannya dengan banyak alasan. Biar ku simpan rinduku agar rasa ini pecah dan tak ada lagi dihatiku. Biar aku mendefinisikan ini sendiri. Pulang...

***

Aku mengingat betul siapa yang waktu itu memegang kuat dan dengan gerakan memelintir tanganku berusaha memblokade langkahku ketika hendak mencapai pintu keluar kelas. Aku juga belum bisa dibilang terlalu pikun untuk mengingat siapa yang memukul pahaku dengan tuding penunjuk papan tulis. Merah, panjang, sakit dan tentu saja membekas. Bukan saja di pahaku yang berbalut rok merah lusuh ala anak kelas dua sekolah dasar, tapi juga hatiku yang ngilu akibatnya.
Entah kenapa aku selalu jadi sasaran olok-olok. Ketika aku membalas dengan hal serupa maka lecutan itulah yang ku terima. Mungkin lecutan di paha itu sudah hilang sempurna, tapi bekas di hatiku nyatanya masih sempurna. Dua teman masa kecil itu, aku mengingatnya dan aku akan selalu mengingatnya.

***

Ah, sebetulnya aku malu, teramat malu malah. Tapi ketahuilah ini jadi salah satu alasan kenapa aku enggan menjejakkan kakiku kembali ke tempat itu, tanah kelahiranku. Dia adalah anak dari kalangan terhormat. Ta semenjak kecillah yang membuat aku tak begitu respec, dia berusaha mengintipku ketika aku sedang mengadakan 'ritual' di kamar mandi. Menjijikkan bukan? Sangat. Apakah aku sebegitu seronok dan moleknya padahal baru duduk di kelas empat sekolah dasar? Yang aku ingat di foto kenangan kelulusan sekolah dasar aku hanyalah gadis kecil memiliki badan kurus, berdada rata dan berkulit kusam. Tak ada menariknya sama sekali. Lalu kenapa bisa memikat mata laki-laki untuk mengeksplorasi diriku lebih dalam?  Entah, aku atas dasar kenyamanan aku memilih untuk tidak mau tau.

***

Aku baru memiliki surat ijin mengemudi di usia 24 tahun, aku bisa dan 'dipaksa' mengendarai sepeda motor sejak aku duduk di kelas 5 sekolah dasar. Iya aku mengaku salah, tak taat aturan lalu lintas. Harapan ayah dan ibuku waktu itu adalah aku bisa menebus obat untuk ayahku ke dukun kampung terdekat setiap tiga hari sekali. Di lain cerita sore itu aku membawa amanah untuk membeli makanan pengganjal perut, bakso. Hari itu mungkin tanah kubur ayahku masih merah. Aku mengendarai sepeda motor layaknya siput bahkan hingga hari ini pun aku selalu menjadi bahan tertawaan karena sangat pelannya aku ketika mengendarai sepeda motor, apalagi kalau berpenumpang. Tepat di turunan keluar kampung, dekat mushola. Ada seorang anak memotong jalanku dengan berlari ke arah mushola di seberang jalan. Aku bisa apa ketika tubuh kecil itu akhirnya limbung dan mengenai aspal karena dia menabrak motorku yang terus melaju karena jalanan menurun? Darah keluar dari pelipisnya. Saksi mata kuat mengatakan ia yang menabrakku dengan tubuh kecilnya. Tapi dunia ini memang tak adil, Tuhanlah yang maha adil. Jika sepeda dengan sepeda motor seberapa pun salah sepeda jika cidera maka sudah barang tentu sepeda motorlah yang harus ganti rugi. Apalagi ini dengan bocah. Tangisku pecah dan aku tak berani keluar rumah. Tetangga ramai berdatangan menanyakan perihal apa yang menimpaku sehingga tangisku sedemikian hebat. Keluarga pihak 'tertabrak' tak terima dan di depan mukaku beliau mengataiku. "Anjing!!!Mata kamu buta ya???" kalian tak perlu tau siapa yang mengucapkannya. Beliau adalah nenek si korban. Seratus ribu dikeluarkan ibuku untuk biaya pengobatan 'korban'ku. Ah, tahun 2001 bukankan nominal itu cukup besar? Aku tak mempermasalahkan nominal itu untuk saat ini. Yang aku tau ibuku sangat percaya bahwa aku hanya kalah posisi. "Ingat Nak, kamu sudah tak memiliki ayah. Jangan kau lawan kekuasaan keluarga itu dengan amarah. Biar ibu tebus saja. Biar Allah yang menyembuhkan luka kita." Aku, ingat bu. Aku sangat ingat perlakuan tak mengenakkan itu kepada keluarga kita. Maafkan putri kecilmu yang ceroboh ini. Salam takzim dari saya ya Bu Haji, semoga suatu saat ketika saya ada di posisi anda saya takkan pernah melakukan hal yang sama.

***
Ayahku memiliki keluarga yang cukup besar dan tinggal dikompleks yang berdekatan. Sebut saja Bu R yang dinikahi Pak C. Pihak Bu R inilah saudara jauh ayahku. Singkat cerita, terjadilah konflik antara keduanya. Posisi ayahku sudah meninggal saat itu. Ketika pak C dan Bu R bertikai, biasa terjadi KDRT. Intinya malam itu Bu R meminta barang semalam menginap di rumahku. Aku hanya tinggal berdua bersama ibu saat itu. Dengan berat hati ibu meluluskan karena ibuku tau jika pak C tau hal ini posisiku dan ibu sudah barang tentu takkan aman. Karena memang pak C memiliki posisi 'disegani' di kampungku. Untung tak kami terima, alih-alih menjaga hubungan saudara dari keluarga ayahku, cacian itu lagi-lagi ku terima sebagai kompensasi. Iya, waktu itu ibuku sedang ke pasar. Seperti biasa aku duduk sambil menjaga warung dan membaca buku. Tak ada salam dan ketuk pintu. Tiba-tiba Pak C masuk ke rumahku dan bertanya dimana ibuku berada (dengan nada luar biasa kasar). Alhamdulillah akulah yang terkena dampak dari 'menyembunyikan' bu R di rumahku. Alhamdulillah aku saja yang mendengarnya. "Kamu dan ibumu sama-sama anjing. bla...bla...bla..." Mengerikan jika aku harus mengingatnya kembali. Mulai saat itu aku berjanji akan menjadi seekor 'macan' betina yang harus melindungi ibuku.

***
Ada banyak hal 'indah' lain berlatar kampung halamanku yang jika ku ingat justru membuatku semakin kuat. Ibu maaf kelak aku ingin pulang, dan kembali (pulang) kesini bukan ke kampung halaman kita.

Selasa, 06 Desember 2016

FLASH FICTION : PERJALANAN

Di kereta Argo Wilis yang mengantarkanku pulang ke Surabaya mataku masih berkaca-kaca, sembap. Aku mengingat setiap jengkal peristiwa yang telah ku lewati bersama kekasihku. Lebih tepatnya mantan kekasihku, setelah sebulan lalu lelaki yang ku puja separuh jiwa itu memutuskan hubungan sepihak denganku. Dan yang membuat aku sangat tak terima adalah hanya melalui pesan singkat pemutusan hubungan itu terjadi. Teringat kata-kata kakak perempuanku : "Sudah yang dicinta itu akan kalah dengan yang selalu ada. Lelaki punya wewenang memilih dan kamu punya hak untuk menentukan. Kamu harus kuat. Lanjutkan saja studi atau carilah kekasih baru sesegera mungkin kamu bisa."

Kota Gudeg, Desember.

***

Risa, sahabatku menerimaku dengan wajah shock ketika aku bertandang ke rumahnya tepat sebulan setelah aku melakukan perjalanan dari Jogja. Kenapa sebegitu parahnya aku saat ini? Kulit menghitam dan kusam tak terawat, tak ia temukan lagi gairah di mataku. Seperti mayat hidup saja. Begitu penuturannya. "Aku tak butuh komentarmu Ris, aku cuma butuh tempat bersandar barang sehari dua hari. Karena jika aku tak ada teman menghabiskan waktu berlibur, pikiranku tentangnya masih dengan pongah merajai otakku."jawabku sambil meluruskan posisi kakiku yang kesemutan. Terimakasih untukmu dan keluargamu yang menerimaku dengan penuh cinta dan tangan terbuka. Ah, keluargamu begitu hangat dan baik.

Kota Ukir, Januari.

***

Sebulan kemudian aku memutuskan berlibur di sebuah kota kecil di jawa timur. Lumayan, walaupun hanya kota kabupaten tapi tak kalah dengan standar kota pada umumnya. Terdapat swalayan, dan toko buku grahamedia yang merajai jaringan toko buku di Indonesia. Fira paham betul, dia membiarkanku sibuk dengan aktivitasku di rumahnya. Hanya mojok, membaca buku dan mendengarkan musik bertempo up beat. Aku juga heran sejak kapan aku suka musik bertempo cepat. Kapan lagi aku bisa mendengarkannya dengan khidmat dan berlama-lama?kalau tidak ketika hatiku butuh direparasi.

Kota Salak, Februari.

***

Dan Maret, aku memutuskan untuk menyembuhkan luka dengan caraku sendiri. Aku menemui sosok itu di toko buku grahamedia. Sosok yang akhirnya membawaku ke pelaminan. Tak banyak bicara. Ia hanya bertanya. "Juni aku ulang tahun, apakah kamu bersedia menemaniku dinner bareng keluargaku?". Singkat, padat dan diplomatis. Ku anggukan kepala dengan mantap. Ya, aku mau.

Kota Lumpia, Maret.

***

Dan hari ini aku mengenangmu, semoga suatu saat aku akan bertemu denganmu dalam kondisiku yang jauh lebih baik seperti pengharapanku empat tahun lalu. Tak peduli seperti apa kondisimu. Iya, aku masih menyimpan kenangan kita dan aku telah memilih berdamai dengan itu semua.

Kota Mendoan, Desember.

OPINI : BELAJAR BIJAK DALAM BERTUTUR

Tau donk iklan minuman prebiotik yang ada sejak jaman baheula?Yakult, yes  apa jargonnya?cintai ususmu - minum yakult tiap hari. Good ya, cintai usus. Pokoknya kalo hal ihwal cinta-mencinta cepet banget connect lah ya. Apalagi udah sah,  belum sah aja pada sok cinta2an #nyindirdirisendirijamandulu. Tapi eh tapi ada sesuatu dalam diri kita yang musti kita cintai banget lho, apakah itu?lidah. Simak ceritaku yah.

***

Selang berapa pekan sepulang dari Rumah Sakit dalam rangka imunisasi si bayi kacang (baca : dzakirnut), terjadilah percakapan 'panas' antara ibu dan ayahnya.

Ayah : "Bu, Subhanalloh aku sebel banget ya pas si adek dibilang peyang sama itu ibu2." *sambil 1/2 mencak2*
Aku : (Ngebatin, kirain cuma aku aja yang denger waktu itu soalnya posisi si ayah antri resep dan aku yang duduk mangku dzakirnut di kursi tunggu). "Oh ayah denger juga toh?"
Ayah : "Lha ibu ngapain pas adek dibilang peyang sama ibu itu malah senyum, pake nawarin tempat duduk segala?"
Aku : "Lha terus aku musti gimana coba?"
Ayah : "Iya juga ya bu, eh tapi..."
Aku : "Lumrah kali sayang kaya gitu mah, kalo anak kita perfect secara fisik pun pasti ada aja komentar orang yang ngga suka atau emang udah dari sononya suka ngomentarin. Maklum aja yah, biasa isi dunia lengkap. Ngga seru kalo ngga ada yang begono."

-The End-

Pesan Moral :

♥ Buat Yang Dikritik
Kritik tentang hal fisik memang menyakitkan dan bikin nggak nyaman girls. Example : Gendut, jerawatan, pesek, peyang, item. But ini saatnya kita diuji, seberapa tangguh kita. Gadget lemot bisa di upgrade, komputer rusak bisa dibeli. Tapi kalo rasa percaya diri luntur susah balikinnya, So syukuri aja. Nanti pada saat kita udah berhasil (gendut>slim, jerawatan>mulus, kalo pesek kayanya susah kalo ngga oplas, peyang dan item pun berlaku hal sama) merubah diri kita jadi better kita bakal happy lho. Resep ampuhnya : Bersyukur dan No Baper. Ngga semua yang orang bilang ke kita itu pake mikir, jadi ngga usah mikir juga kalo yang ada mereka udah mulai bikin senewen.

♥Buat Tukang Kritik

1.  Kalo emang mo kritik gpp kok, sah dan dilindungi negara kan Indonesia demokratis #katanya. But, as yo know ya kritik atau lebih ke sifatnya ngejek itu melubangi hati orang lho girls. Hayo gimana coba kalo hati udah berlobang, susah sembuhnya lho buktinya Raisa sama Keenan tuh *mulai ngga nyambung*. Intinya ati2 banget kalo mau melancarkan aksi kritik.

2. Baiknya urusan fisik jangan jadi topik utama yah girls (bahas kekurangan pula), apalagi di SosMed. Karena apa?kita kan ngga tau itu posisi orang yang kita godain dengan kritik lagi bahagia apa berbunga2 salah2 dia lagi males dia bakalan sakit ati pake banget terus doain kita yang ngga2 gimana coba. Inget doa orang yang terdholimi makbul.

3. Sering2 ngaca and say "sudah lebih baikkah aku hari ini dibanding kemarin?" Cukup bandingkan diri sendiri tiap hari, secara  kualitas ya inget bukan fisik. Sebelum kritik plis mikir dulu, nyuruh orang lain ngga baper tapi kamu ngga mikir dulu tiap mo ngapa2in orang gimana euy. Sama aja boong.

4. Sampein secara personel lebih baik ^^ (ini kayanya paling waras dan simpe ya).

***

Cintai lidahmu, diam atau berkata baik.