Jumat, 15 September 2017

Pisang Coklat Simpel

Memasak adalah salah satu poin yang menjadi nilai lebih seorang ibu rumah tangga. Akan tetapi seorang ibu tidak lantas menjadi spesial di semua bidang bukan? Memasak pintar, menjahit pintar, mengurus rumah pintar, mengurus anak dan suami pintar. In my opinion : kalau bisa segala hal mungkin iya, tapi kalau semuanya bisa sempurna rasanya ibu akan menjadi sosok yang tanpa cela. Dan itu bukan saya, orang lain mungkin iya.

Siang ini saya menyelesailan membuat cemilan yang cukup simpel - pisang coklat. Tapi tidak sesimpel kelihatannya. Karena ada bayi satu tahun yang berusaha mencari-cari perhatian saya ketika saya sedang asyik sendiri. Lalu, ketika saya berhasil menenangkannya saya berpamitan untuk kembali ke dapur dia pun menyusul dengan riang. Mencoba meraih-raih kompor letaknya memang bisa ia jangkau. Dan itu kembali membuat saya terhenti beberapa saat.

Sebetulnya saya membeli kulit lumpia (instan) di mamang sayur sejak kemarin. Namun karena banyak hal yang harus saya kerjakan baru siang tadi saya eksekusi. Wah, cukup membuat kulit lumpia menjadi keras dan akhirnya harus saya kukus sebentar agar kembali lembut dan bisa saya gulung. Bermodal kulit 10pcs seharga Rp 1.500,- pisang kepok 4pcs Rp 2.000,- serta meses dan minyak goreng yang memang sudah tersedia membuat saya cukup bahagia. Sekali pun itu saya nikmati sendiri.

Semua pasti sudah bisa membuatnya bukan? Tinggal memotong pisang menjadi beberapa bagian, lalu mengisikannya kedalam kulit, menaburi dengan meses, menggulungnya, merekatkannya dengan tepung yang diencerkan. Kemudian finishing, goreng dalam minyak panas. Fyi, minyak goreng menjadi kecoklatan dan ada endapan coklat dibawahnya. Saya kemudian menyaringnya agar minyak itu bisa saya gunakan kembali.

Saya termasuk orang yang akan memasak jika mood saya baik. Oleh karenanya saya selalu mengupayakan mood saya baik ketika memasak. Kalau sudah lelah, saya akan memutuskan membeli. Bukan karena tidak mencintai keluarga melalui masakan, tentu saja saya mengupayakan hal lain. Misalnya : membaca buku kemudian membagikan cerita kepada suami saya. Bermain bersama anak saya sebagai bayaran mahal karena tidak memasak. Iya, saya seremeh itu.

Tempo hari, saya kena bully di sebuah grup karena saya bertanya hal remeh -menempelkan tepung roti ke risoles-. Ada mbak-mbak yang kemudian menasehati saya panjang lebar di forum, dan saya hanya mengiyakannya. Bagi saya memasak hanya sebagian yang perlu saya perhatikan. Ada bagian lain yang perlu saya perhatikan misalnya kebersihan rumah, kesehatan saya dan anak mengingat kami hanya tinggal berdua. Jadi untuk memasak hal sesimpel piscok bagi saya itu tidak simpel. Memasak harian iya, dan yang utama untuk si kecil. Jikalau saya lapar dan terpaksa tidak memasak, maka warung sebelah rumah menjadi jurus pamungkas saya.

Hidup itu simpel, sesimpel membuat piscok. Tetapi terkadang sudut pandang yang membuatnya tak simpel. Pengen makan piscok anak masih kecil dan belum memahami komunikasi dua arah yang saya bangun? Belilah jika memang ada uang. Jikalau tidak maka tahanlah beberapa saat, dan saat malam tiba eksekusi. Itu akan menjadi hal yang membuat kita bilang "worth it lah...". Menjadi ibu tidak semudah melahap sepiring makanan bertabur cabe bagi pecinta pedas.

Ini semacam self healing karena beberapa hari ini saya cukup lelah dan merasa butuh mengeluarkan uneg-uneg saya. Maaf jikalau tulisan ini sama sekali tidak bermanfaat. Ini sebagai jejak rekam bahwa saya sedang berusaha menyalurkan emosi saya melalui sebuah tulisan. Dan ini saya tulis guna memenuhi #3DAYS1POST saya. Terimakasih sudah berkenan membaca.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar